Dua Sisi (1.000-an lukisan) Nasirun
“Uwuh Seni” jika diartikan dari bahasa Jawa yang berarti
Sampah Seni. Nasirun telah lama mengumpulkan undangan peristiwa kesenian, yang
kemudian ia lukis kertas undangan tersebut, membingkainya, disimpan dalam box bingkai,
diberi judul dan menempelkan foto karya tersebut pada bungkus bingkainya,
sehingga dengan mudah ia mencari lukisan tersebut yang sudah terkumpul begitu
banyak. Dua tahun lalu ia memperlihatkan salah satu contoh karya-nya itu saat
saya berkunjung ke rumah beliau, luar biasa yang saya kira apa yang dilakukan
Nasirun pada saat itu hanya sekedar “kurang kerjaan” namun tak disangka
karya-karya tersebut berkecapaian untuk dipamerkan di Galeri Salihara sebagai
Pameran Tunggal Nasirun yang berjudul “Uwuh Seni”, sungguh kerja kreatif yang
sangat mengagumkan, dengan ketekunan dan kerja keras, beliau tak henti dan
bosan melukiskan undangan tersebut sampai menembus angka 1.000-an buah karya.
Berbicara mengenai
Nasirun
Berbicara Nasirun, berarti membicarakan pula kepribadiannya,
kepribadian yang ramah dan apa adanya, kesuksesannya
dalam dunia seni rupa Indonesia tak membuatnya berubah, hidupnya tetap
menampilkan kesederhanaan dan kesahajaan, pintu rumahnya selalu terbuka untuk
siapapun. Hal yang menarik dari cerita kebanyakan orang tentang beliau, seperti
pada pukul 02.00 sampai 04.00 siang hari merupakan jam yang tak dapat diganggu
oleh siapapun, bahkan “Presiden”
sekalipun jika beliau sedang tidur siang. Lalu kegemarannya terhadap taman dan
tanaman, mengisi kegiatan beliau untuk menyapu halaman rumah-nya dan menyiram
koleksi tanaman adalah aktifitas yang tak terlewatkan. Sehingga ada sebuah
kejadian lucu, saat seorang pejabat penting mengunjungi rumah beliau untuk
mengoleksi karya Nasirun secara langsung, pejabat itu tak percaya bahwa
seseorang dengan penampilan yang biasa-biasa saja –yang lebih mirip seperti
tukang sapu, sedang menyapu halaman tersebut adalah pemilik rumah yang bernama
Nasirun. Begitu banyak hal yang menarik mengenai cerita dari seniman ini. Sosok
welcome terhadap siapapun tersebut
yang membuat beliau banyak dihormati sebagai seniman ternama Jogja, ketika saya
berkunjung ke rumah seniman lain di Jogja, seniman-seniman lain tersebut kerap
menanyakan hal yang sama terhadap saya yaitu “Sudah ke rumah Nasirun?”, bahkan
ada yang membuat tebak-tebakan menggelitik
berbunyi seperti ini “Nasi, nasi apa yang sering dicari di Jogja?” Jika
kita beranggapan jawabannya adalah Nasi Kucing ternyata salah, jawaban tersebut
yaitu Nasirun.
Keberadaan Nasirun merupakan dua sisi antara yang Tradisi dan
yang Modern, Nasirun selain dalam kepribadiannya yang kental terhadap nilai
tradisi. Seperti pada perilakunya yang tidak menggunakan telepon seluler dan
komputer dalam kehidupan keseharian, padahal kehadiran teknologi tersebut tidak
bisa kita bantah dalam dunia Modern yang sangat kita perlukan, dunia yang
dimana sekarang beliau alami.
Hal itu pun tercermin dalam proses keberkaryaan, nilai
tersebut dijunjungnya sebagai karakteristik karya-karya beliau, jika perupa
Jogja yang lain sibuk mengambil citraan “Pop” seperti karakter komik Amerika
dan China yang sedang booming dengan istilah kontemporer, Nasirun hadir dengan
fitur-fitur simbol tradisi Jawa dan Islam, menggambarkan sebagian sosok wayang yang
sudah ada (lama), namun dapat dibilang baru karena wayang yang dihadirkan
Nasirun telah dimodifikasi, dilebur kembali terhadap nilai Modern yang sedang
terjadi. Karya-karya Nasirun tersebut memperkuat persepi bahwa nilai tradisi (Low Art) telah menjadi bagian dari
pemaham seni kontemporer, salah kiranya menurut pribadi saya jika karya-karya
Nasirun tidak disebut kontemporer, bahkan menurut saya karya-karya Nasirun
merupakan jawaban dari Seni Rupa Kontemporer Indonesia.
Kerja kreatif-nya dalam dunia seni rupa, Nasirun jalani semua
dengan apa yang disebut beliau sebagai kegembiraan, ia melukis selalu dengan
rasa senang, apapun dicoba dengan mengeksplorasi berbagai media, menurutnya
melukis tidak harus dibidang kanvas, mengutip pengantar pameran “Uwuh Seni”
yang ditulis oleh Nirwan Dewanto, bagi Nasirun, Seni Lukis bisa berarti
menghias, mengindahkan—dalam arti memperindah sekaligus
memperhitungkan—bahan-bahan bekas, dan demikianlah si pelukis menjalankan
semacam daur-ulang dengan caranya sendiri. Dari kecenderungan mengeksplorasi
benda yang ada disekitarnya bahkan dapat dikatakan sudah menjadi sampah, merupakan
sebuah kegiatan yang mengisi hidupnya, mengisi proses keberkaryaan beliau,
sehingga dapat dikatakan Nasirun adalah seniman yang begitu kreatif dan produktif,
sudah banyak kolektor yang ingin memiliki karya-nya, bahkan kanvas kosongpun
sudah dipesan, seperti yang ia ceritakan bahwa beliau begitu banyak hutang
karya yang belum dipenuhi dan pameran yang belum terselenggara untuk ia ikuti, kira-kira
sampai tahun 2013.
Berbicara Pameran
Tunggal Nasirun: “Uwuh Seni”
Nasirun merupakan seniman “kesayangan” Dr. Oei Hong Djien,
hal itu diakui oleh sang kolektor yang membuka Pameran Tunggal Nasirun “Uwuh
Seni” pada Sabtu malam, tanggal 03 November 2012. Selain itu sambutan
berikutnya oleh Syakieb Sungkar dan Goenawan Mohamad selaku perwakilan
Komunitas Salihara. Rombongan seniman dan pekerja seni Jogja ikut datang, yang turut membantu penyelenggaran pameran Nasirun selain sebagai
bentuk apresiasi terhadap sang Seniman ini.
Pameran yang berlangsung sampai tanggal 25 November 2012 ini menampilkan 1.000-an kertas undangan yang telah
mewujud menjadi karya lukis yang dikerjakan oleh Nasirun semenjak tahun 2008.
Nasirun merespon berbagai undangan yang ia punya, undangan peristiwa kesenian:
pameran seni rupa, teater dan bentuk kesenian lainnya. Undangan tersebut
diberikan dari berbagai pihak, seperti kerabat Seniman, Gallery, Institusi dan
Lembaga. Undangan memiliki nilai “rasa hormat” dari si empunya acara kepada
orang yang diundang, ada makna di dalamnya dalam hal keberadaan dan sifat
sosialisasi, sebuah rekam sejarah yang menyatakan peristiwa tersebut akan berlangsung
dan menjadi kenangan setelah acara telah berlangsung. Sebab itulah Nasirun
mengumpulkannya yang mungkin dari kebanyakan orang menilai bahwa bekas undang
tersebut sudah menjadi sampah dan akan dibuang. Sikap kreatif Nasirun ini
mengubah sampah menjadi “emas”, kebiasan
mengumpulkan bekas undangan ini serupa dengan kegemarannya yang lain seperti
mengoleksi tanaman dan hal yang “sepele” lainnya, peralatan melukis yang tidak
dipakai, palet, kuas, tabung cat, rebana, botol, bahkan buah kelapa kering yang
jatuh di halaman rumah-nya. Bagi Nasirun bekas undangan tersebut mengingatkannya
akan sebuah perubahan waktu, seperti yang dijelakan oleh Asikin Hasan selaku
kurator pameran, bahwa disitu ada Drama kebergunaan dan akhir dari sebuah guna—menjadi
sampah, yang silih berganti dengan berbagai model undangan, ditulis tangan,
diketik, dicetak manual dan digital.
Terdapat gambar dan teks yang sudah tertera dalam setiap
undangan, citraan itu yang ia respon; menambahkan gambar atau teks, menghapus
sesuatu yang menurutnya tidak perlu, mewarnainya kembali sesuai selera, membentuk
bidang yang lain sehingga menghasilkan komposisi baru, atau benar-benar
menghabiskan ruang kertas tersebut dari jejak awal citraan yang ada. Nasirun
melukiskannya dengan ekspresif, goresan kasar, lelehan cat, atau mengisinya
dengan garis tegas dan dinamis berkecenderungan seperti kaligrafi, tak kecuali terdapat
sosok wayang dan makhluk antah berantah terlihat seperti dedemit, pada warnapun ia kebanyakan memakai warna komplementer dan
warna-warna tembaga, emas maupun perak. Hasil yang terjadi pada setiap karya-karya-nya memiliki makna personal seniman dalam meresponsif
secara sadar dari setiap isi bekas undangan tersebut yang berdiri sendiri maupun terlihat berangkaian dari masing-masing banyaknya karya yang terjalin.
Ribuan karya dengan berukuran kecil-kecil dan bevariasi
tersebut ditata seperti membentuk instalasi karya dua dimensi. Hery Permad
Management turut membantu mengatur penataan pameran Nasirun ini, dengan begitu
banyak karya, penataan tidak terlihat mendesak namun dapat dibentuk lebih pas
dipandang jarak mata dalam ruang pamer yang minimalis berbentuk singular tersebut.
Hal yang menarik selain lukisan ini dipajang dengan bingkai, pada tengah
galeri, karya lainnya di-display dengan
kaca transparan yang dapat kita lihat secara dua sisi, untuk kita melihat satu
sisi lainnya, isi dibalik undangan tersebut, siapa yang mengundang dan pada
perhelatan apa, sehingga kita mendapat memahami responsif apa yang dilakukan
sang seniman dalam isi bekas undangan tersebut. Secara pribadi saya beranggapan
baru pertama kali ini saya mengunjungi pameran seni rupa di Galeri Salihara
tertata begitu apik. Jika mencermati begitu
banyak lukisan, yang terjadi bukan membosankan, namun membuat kita penasaran
pada setiap satu-persatu karyanya.
Pameran tunggal yang untuk kesekian kalinya ini merupakan sebuah
titik pencapaian Nasirun dalam setiap kerja kreatif-nya yang tak henti-henti
bereksplorasi dalam proses penciptaan karya-karyanya. “Uwuh Seni” yang
menampilan Dua Sisi, antara yang lama menjadi yang baru, yang tradisi dan yang
modern dan sifat undangan tersebut; antara dua sisinya, yang terlukis dan yang
tertinggal. Pameran ini dapat dikatakan
sebuah rekor dengan 1.000-an karya, sudah sepatutnya kita mengapresiasi ketekukan
dari seniman ini dan apa yang telah diberikan Nasirun terhadap kesenian
Indonesia.
Angga Wijaya
November 2012
foto oleh : INDOARTNOW
Database Komunitas Salihara
dapat dilihat di http://www.flickr.com/photos/salihara/sets/72157631927525894
Database Komunitas Salihara
dapat dilihat di http://www.flickr.com/photos/salihara/sets/72157631927525894