Selasa, 05 Juni 2012

Nonton Bareng Video Art Moch. Hasrul


Dari perkembangan seni yang disebut-sebut sebagai seni kontemporer sekarang ini, new media art hadir dengan pendalaman lebih konseptual, terdapat banyak wacana dengan pemahaman konseptual tidak bisa selesai sampai kita melihat karyanya begitu saja.
Dengan perkembangan media massa dan teknologi yang sangat dinamis, seiring itu pula karya seni pun berkembang dengan arah, wacana, dan kebutuhan tersebut, sebagai upaya alternatif dari mainstream. Video menjadi salah satu media baru yang hadir dalam perkembangan seni mutakhir saat ini, video tersebut dapat dikonsumsi layaknya sebuah media populer, yang diproduksi secara massal dan memasuki pasar, berbeda dengan seni konvesional yang umum diketahui, yang mudah ditangkap karena estetika yang jelas, seperti lukisan ataupun patung bisa dilihat indah dan tidak indahnya secara langsung dan eksklusif.
Namun dengan keunikan tersendiri, Beni selaku pembicara dalam seminar “Sejarah Video Art” di Indigo Creative Nation Surabaya, 18 Juli 2009. menilai  “video art menuntut kita untuk mendefinisikan kembali model persepsi estetik secara baru karena karakter-karakter inheren medium ide yang khusus membedakan dengan seni lukis, tari, teater, bahkan sinema sekalipun. Video merupakan rangkaian citra bergerak dan suara yang terikat dengan waktu berbeda dengan lukisan. Karya-karya purwarupa video art juga mendeskontruksi konvensi narasi dan pola yang penting hadir dalam sinema/film. Ketika fotografi dan film/sinema hadir sebagai kebaruan teknologi dan seni, video art justru lahir dari kecurigaan dan kritisme terhadap seni dan teknologi.”
Agung Hujatnikajenong dalam pengantar kuratorialnya pada festival Ok Video Flesh menyatakan “Adalah kemampuan video untuk melakukan penetrasi ke dalam pikiran publik yang dimanfaatkan oleh media massa sebagai cara-cara komunikasi yang paling efektif.” (Ok video “Flesh”, hal. 65, 2011). Karya dapat di "konsumsi" terus menerus sebagai wacana dari ide yang dihadirkan, tidak selesai begitu saja ditangan kolektor.
Setelah lahirnya media rekam “gambar bergerak”, video sudah menjadi penggati lain sebuah bentuk visual yang sebatas dalam satu subjek yang utuh terlihat. Telah menjadi ekspresi baru dalam media berkarya seni. Christane Paul menyatakan bahwa “tataran perkembangan (teknologi) yang menawarkan kemungkinan baru untuk mengalami dan menciptakan seni”. (Digital Art, 2003). Ini salah satu pengembangan karya seni dari barat pada tahun 60-an, yang dipakai oleh Les Levine sebagai aktivisme melalui karya-karyanya, dan ditandai pula oleh Nam June paik sebagai media artistic untuk perlawanan budaya TV, hal tersebut dijelaskan oleh Krisna Murti pada Kuliah Umum “Seni (Budaya) Media baru Indonesia, 20 Oktober 2008, di Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Jakarta. Oleh karena baru tersebut, di Indonesia muncul pada awal dekade tahun 90-an, akulturasi belum terbiasa dipahami oleh kita (apa lagi orang awam) karena masyarakat kita lebih terbiasa menyaksikan tontonan yang bercerita. Memang cukup radikal, tapi inilah perkembangan seni sekarang, untuk menerimanya dibutuhkan proses, menyaksikan tayangan video art itu tak semua orang dapat mengerti, menikmatinya terdapat proses interaksi dan wacana dari karya video tersebut.

Moch. Hasrul, Karya Video dan Latar Belakang Pendidikan.
Maka setidaknya kita (mahasiswa dalam bidang seni) harus  sadar perkembangan seni sekarang secara luas, seperti hadirnya new media dalam dunia seni, Institusi pun harus mendukung dan sadar akan hal itu. Dari perkembangan seni tersebut seiring itu pula perkembangan pengkaryaan pada mahasiswa yang masih mengenyam pendidikan di Institusi, ilmu yang didapat cenderung dari luar kampus, dinyatakan mulai tumbuh hasil karya dari mahasiswa seperti video art, performance art, instalasi, street art, mix media, dan pengembangan dari bidang seni lainnya yang kurang ditanggapi di Institusi Pendidikan.

Moch. Hasrul salah satu contoh mahasiswa dari pendidikan Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Jakarta, yang mencoba untuk menekuni bidang seni video sebagai media berkaryanya, hal itu didapatnya dari lingkungan relasi luar kampus, dari pengetahuan dan perkembangan seninya. Dengan modal mempunyai teknologi yang cukup, Moch. Hasrul belajar dan mencoba membuat video, dalam media rekam, proses editing ataupun footage.
Dengan ide liarnya Moch. Hasrul selalu mengemas tampilan video yang cenderung comedy, sebagai nilai kritis terhadap permasalahan dari ide yang dihasilkannya sendiri, seperti pada karya “Jerapah berantem”, “kisah bebek kuning”, yang mengambil figur binatang sebagi objek refleksisasi, namun bukan sirkus tapi serius. Sedangkan karya “siul” dan “ketawa ketawa” menjadi sebuah aktifitas yang dianggapnya sebagai simbol tubuh dalam karya seni video yang terlihat menjadi sesuatu lelucon namun tetap bernilai.
Dalam perhelatan nonton bareng karya video Moch. Hasrul yang akan diselenggarakan di depan Gedung F, Jurusan Seni Rupa, UNJ pada tanggal 7 Juni 2012, adalah sebagai upaya untuk mengenalkan karya seni video di lingkungan institusi yang dikenyamnya. Selain itu menjelaskan bahwa ada mahasiswa Jurusan Seni Rupa UNJ yang berlatar belakang pendidikan, menekuni seni video sebagai medium karya seninya dan sebagai eksistensinya, nama itu tak lain tak bukan yaitu Moch. Hasrul.
Selamat menyaksikan.

Angga Wijaya
1 Juni 2012.

“Carnival of Public Art”


Performance Art oleh Rewind Art Community “Carnival of Public Art”

Dalam pergerakan seni kontemporer saat ini, seni sudah menjadi sesuatu yang begitu lentur, mampu masuk ke dalam penjuru ruang-ruang terbuka dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Penyampaian seni tersebut menimbulkan interaksi, apresiasi secara langsung dan kritis terhadap permasalahan sosial-lingkungan, sehingga dapat memberi secercah perubahan dari permasalahan di ruang publik yang luas dan kompleks. Setidaknya, memberi hiburan  di antara kejenuhan dan berbagai  masalah urban yang terjadi, terutama di  perkotaan besar, seperti di Ibu Kota Jakarta.
Dengan berbagai interaksi yang timbul, seni pun dapat menjadi katarsis, sebuah terapi emosi dalam pelampiasan ekspresi secara positif.  Salah satu penyampaian seni tersebut adalah performance art, sebuah wilayah seni eksperimental yang dapat dijangkau dengan pelampiasan emosi dan ekspresi tubuh untuk menyampaikan maksud dari karya seni yang dipertunjukan dengan pendekatan konseptual. Performance art tersebut diinterprestasikan dan dimasukkan dalam interaksi yang terjadi di wilayah publik sebagai bahan pendekataan, bahkan akan mungkin dijadikan sebagai  jalan keluar dari kesadaran masyarakat terhadap karya seni, maupun pembuatnya (sang seniman).
“Carnival of Public Art” merupakan wacana pemahaman tentang dibutuhkannya alternatif hiburan oleh publik yang dibangun dari sebuah karya seni, dalam hal ini adalah Performance Art. Pemukiman lahan pengepul, Rawamangun, dapat diinterpretasikan ke dalam sebuah karya seni pertunjukan tanpa membahas sensitivitas permasalahan privasi di sana. Rewind Art Community merasa butuh udara segar untuk keluar dari wilayah pasif dan monoton di dalam kampus. Ketertarikan Rewins Art Community  pada wilayah tersebut untuk dijadikan sebagai background pertunjukan, memacu kami untuk mencoba masuk ke wilayah publik, terutama di kota Jakarta agar dapat membangkitkan aura kesenian performance art dalam seputar komunitas.
Diharapkan kota akan menjadi sebuah kanvas. Pada kota besar, seperti Jakarta dengan mobiltas perkembangan yang sangat dinamis, alternatif berkesenian sudah menjadi “Kota adalah medium berkarya”. Rewind art community akan menampilkan seni pertunjukan dari masing-masing anggota atau kelompok untuk menanggapi ruang, kondisi, dan tema yang diangkat ke dalam sebuah karya seni performance art.

Angga Wijaya
April, 2012.

*tulisan ini dibuat untuk kata pengantar event Rewind Art Community, “Carnival of Public Art”