Dari perkembangan seni yang
disebut-sebut sebagai seni kontemporer sekarang ini, new
media art hadir dengan pendalaman lebih
konseptual, terdapat
banyak wacana dengan
pemahaman konseptual tidak bisa selesai sampai kita melihat karyanya begitu saja.
Dengan perkembangan media massa dan teknologi yang sangat
dinamis, seiring itu pula karya seni pun berkembang dengan arah, wacana, dan
kebutuhan tersebut, sebagai upaya alternatif dari mainstream. Video menjadi
salah satu media baru yang hadir dalam perkembangan seni mutakhir saat ini,
video tersebut dapat dikonsumsi layaknya sebuah media populer, yang diproduksi
secara massal dan memasuki pasar, berbeda dengan seni konvesional yang umum diketahui, yang mudah
ditangkap karena estetika yang
jelas, seperti
lukisan ataupun patung bisa dilihat indah dan tidak indahnya secara
langsung dan eksklusif.
Namun dengan keunikan tersendiri, Beni selaku pembicara
dalam seminar “Sejarah Video Art” di Indigo Creative Nation Surabaya, 18 Juli
2009. menilai “video art menuntut kita
untuk mendefinisikan kembali model persepsi estetik secara baru karena
karakter-karakter inheren medium ide yang khusus membedakan dengan seni lukis,
tari, teater, bahkan sinema sekalipun. Video merupakan rangkaian citra bergerak
dan suara yang terikat dengan waktu berbeda dengan lukisan. Karya-karya
purwarupa video art juga mendeskontruksi konvensi narasi dan pola yang penting
hadir dalam sinema/film. Ketika fotografi dan film/sinema hadir sebagai
kebaruan teknologi dan seni, video art justru lahir dari kecurigaan dan
kritisme terhadap seni dan teknologi.”
Agung Hujatnikajenong dalam pengantar kuratorialnya pada
festival Ok Video Flesh menyatakan “Adalah kemampuan video untuk melakukan penetrasi
ke dalam pikiran publik yang dimanfaatkan oleh media massa sebagai cara-cara
komunikasi yang paling efektif.” (Ok video “Flesh”, hal. 65, 2011). Karya dapat di "konsumsi" terus menerus sebagai wacana
dari ide yang
dihadirkan, tidak selesai begitu saja ditangan kolektor.
Setelah lahirnya media rekam “gambar bergerak”, video
sudah menjadi penggati lain sebuah bentuk visual yang sebatas dalam satu subjek
yang utuh terlihat. Telah menjadi ekspresi baru dalam media berkarya seni. Christane
Paul menyatakan bahwa “tataran perkembangan (teknologi) yang menawarkan
kemungkinan baru untuk mengalami dan menciptakan seni”. (Digital Art, 2003). Ini
salah satu pengembangan karya seni dari barat pada tahun 60-an, yang dipakai oleh Les Levine sebagai
aktivisme melalui karya-karyanya, dan ditandai pula oleh Nam June paik sebagai media artistic untuk perlawanan budaya
TV, hal tersebut dijelaskan oleh Krisna Murti pada Kuliah Umum “Seni (Budaya)
Media baru Indonesia, 20 Oktober 2008, di Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri
Jakarta. Oleh karena baru tersebut, di Indonesia muncul pada awal dekade tahun 90-an, akulturasi
belum terbiasa dipahami oleh kita (apa lagi orang awam) karena masyarakat kita lebih terbiasa menyaksikan
tontonan yang bercerita. Memang cukup radikal, tapi inilah perkembangan
seni sekarang, untuk menerimanya
dibutuhkan proses, menyaksikan tayangan
video art itu tak semua orang dapat mengerti, menikmatinya terdapat proses
interaksi dan wacana dari karya video tersebut.
Moch. Hasrul, Karya Video dan Latar Belakang Pendidikan.
Maka setidaknya
kita (mahasiswa dalam bidang seni) harus sadar perkembangan seni sekarang secara luas,
seperti hadirnya new media dalam dunia seni, Institusi pun harus mendukung dan sadar akan hal itu. Dari perkembangan seni tersebut seiring itu pula perkembangan
pengkaryaan pada mahasiswa yang masih
mengenyam pendidikan di Institusi, ilmu yang didapat cenderung dari luar kampus, dinyatakan mulai tumbuh hasil karya dari mahasiswa seperti video art, performance art, instalasi, street art, mix media, dan pengembangan dari bidang seni lainnya yang kurang
ditanggapi di Institusi Pendidikan.
Moch. Hasrul salah
satu contoh mahasiswa dari pendidikan Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri
Jakarta, yang mencoba untuk menekuni bidang seni video sebagai media
berkaryanya, hal itu didapatnya dari lingkungan relasi luar kampus, dari
pengetahuan dan perkembangan seninya. Dengan modal mempunyai teknologi yang
cukup, Moch. Hasrul belajar dan mencoba membuat video, dalam media rekam,
proses editing ataupun footage.
Dengan ide liarnya
Moch. Hasrul selalu mengemas tampilan video yang cenderung comedy, sebagai nilai kritis terhadap permasalahan dari ide yang
dihasilkannya sendiri, seperti pada karya “Jerapah berantem”, “kisah bebek
kuning”, yang mengambil figur binatang sebagi objek refleksisasi, namun bukan
sirkus tapi serius. Sedangkan karya “siul” dan “ketawa ketawa” menjadi sebuah
aktifitas yang dianggapnya sebagai simbol tubuh dalam karya seni video yang
terlihat menjadi sesuatu lelucon namun tetap bernilai.
Dalam perhelatan
nonton bareng karya video Moch. Hasrul yang akan diselenggarakan di depan
Gedung F, Jurusan Seni Rupa, UNJ pada tanggal 7 Juni 2012, adalah sebagai upaya
untuk mengenalkan karya seni video di lingkungan institusi yang dikenyamnya.
Selain itu menjelaskan bahwa ada mahasiswa Jurusan Seni Rupa UNJ yang berlatar
belakang pendidikan, menekuni seni video sebagai medium karya seninya dan
sebagai eksistensinya, nama itu tak lain tak bukan yaitu Moch. Hasrul.
Selamat menyaksikan.
Angga Wijaya
1 Juni 2012.